Dari Kiri ke Kanan (Sari, Yogi[me] , Desi) :) |
RAHYR
Selasa, 13 Mei 2014
MAKALAH INDIVIDU PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SISWA
MAKALAH INDIVIDU
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
BERBASIS SISWA
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengembangan Inovasi Kurikulum
Dosen pengampu :
Drs. Imam Suyanto, M.Pd
Disusun oleh :
Nama : Yogi
Rakhmawati
NIM / Nomor :
K7113238 /30
Kelas IIB
PROGRAM
STUDI S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
taufik serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
pengembangan inovasi kurikulum.
Makalah
ini dapat terselesaikan berkat dorongan , perhatian dan kritikan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa
terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :
1.
Drs. Imam Suyanto,
M.Pd selaku koordinator pelaksana Universitas Sebelas Maret Kampus VI Kebumen, sekaligus sebagai dosen pengampu mata kuliah
Pengembangan Inovasi Kurikulum.
2.
Rekan-rekan mahasiswa S-1 PGSD FKIP-UNS Kampus
Kebumen,
3.
Semua pihak yang telah membantu
penyusunan dan penyelesaian makalah ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu
persatu.
Semoga
apa yang telah diberikan kepada penyusun dengan keikhlasan dapat menjadi amal
yang bermanfaat serta mendapat imbalan yang lebih banyak dari Allah SWT.
Penyusun
menyadari sepenuhnya , bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu , kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penyusun nantikan demi peningkatan
kualitas pada masa yaang akan datang.
Akhirnya
penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan semua
pihak yang membacanya.
Kebumen, April 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ............................................................................. i
KATA
PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR
ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULAN
A. Latar
Belakang ........................................................................... 1,2
B. Rumusan
Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan
........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Pengembangan
Pembelajaran
Siswa Aktif................................................................................. 3
B. Konsep Keaktifan Siswa ........................................................... 5
C. Arah, Tujuan, dan Prinsip Keaktifan Siswa
............................... 7
D. Kemampuan Anak yang Diharapkan
......................................... 8
E. Cara Pengembangan .................................................................. 9
F. Organisasi Pembelajaran ............................................................ 11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................ 14
B. Saran
.......................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Model pembelajaran aktif adalah suatu cara atau gaya
yang dibuat menarik, santai tapi serius, dan bermakna untuk mempermudah
penyampaian materi pelajaran oleh guru kepada peserta didik dalam proses
belajar mengajar. Anak Usia SD, sifat ketergantungannya masih tinggi, perlu
perhatian dan bimbingan lebih. Ibarat kertas yang masih bersih, sedikit
kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa sangat mempengaruhi anak tersebut.
Dengan pemberian model pembelajaran aktif diharapkan, materi pelajaran yang
diberikan oleh pendidik bisa dipahami dan diingat terus sepanjang masa. Tetapi
kenyataanya tidak begitu, guru masih menggunakan cara pembelajaran lama, model
pembelajaran yang dipakai oleh pendidik merupakan model pembelajaran yang monoton,
dalam pembelajaran itu guru menakuti anak dengan suatu kedisiplinan, duduk
tenang, tidak boleh ramai, tugasnya hanya
mendengarkan, menghafal dan mentaati peraturan yang dibuat oleh guru tanpa
dibiasakan belajar aktif (bertanya, berpendapat, KBM yang tidak hanya datang
duduk diam tetapi mengusahakan agar peserta didik bergerak semaunya tetapi
tetap dalam suasana KBM). Pembelajaran seperti itu tidaklah tepat, karena
seorang guru haruslah memperhatikan perkembangan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya. Pembelajaran yang berpusat pada guru harus diubah, karena
siswa bukanlah botol kosong yang terus menerus diisi dengan air. Siswa harus
dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan pendidik harus
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkreasi.
Oleh karena itu, penerapan model atau metode
pembelajaran baru yang dapat mendorong siswa selalu aktif dan terlibat dalam
setiap kegiatan pembelajaran adalah sangat penting. Untuk mengantisipasi
masalah tersebut, kini banyak bermunculan macam-macam model pembelajaran,
kedepannya akan memudahkan peserta didik dalam menerima pelajaran, memudahkan
pendidik juga karena tidak perlu mengulang dan mengulang dalam pemberian materi
pelajaran. Karena model pembelajaran aktif merupakan salah satu alternatif dalam pencapaian kompetensi maksimal, tidak melulu ceramah,
tanya jawab, dan pemberian tugas tapi diselingi juga dengan permainan atau
cara-cara mengajar yang lebih menarik dan tidak membuat peserta didik merasa
bosan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang melatar belakangi pengembangan pembelajaran siswa aktif?
2.
Bagaimana
konsep keaktifan siswa?
3.
Apa
arah, tujuan, dan prinsip keaktifan siswa?
4.
Bagaimana
kemampuan anak yang diharapkan dalam pembelajaran siswa aktif?
5.
Bagaimana
cara pengembangan pembelajaran siswa aktif?
6.
Apa
saja organisasi pembelajaran siswa aktif?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
latar belakang pengembangan pembelajaran siswa aktif.
2.
Mengetahui
konsep keaktifan siswa.
3.
Mengetahui
arah, tujuan, dan prinsip keaktifan siswa.
4.
Mengetahui
kemampuan anak yang diharapkan dalam pembelajaran siswa aktif.
5.
Mengetahui
cara pengembangan pembelajaran siswa aktif.
6.
Mengetahui
organisasi pembelajaran siswa aktif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Pengembangan Pembelajaran Siswa Aktif
Peningkatan mutu pendidikan senantiasa diupayakan, karena pendidikan pada
dasarnya menyiapkan peserta didik yang berkualitas, cakap, dan terampil dalam
penguasaan iptek, sehingga peserta didik siap untuk terjun mandiri di
masyarakat. Dahulu dalam sistem pembelajaran kita pernah digunakan pendekatan
Teacher Center, namun dirasa pendekatan ini lebih pada pementasan kemampuan
guru, namun seiring dengan perkembangan zaman, menurut Mulyani S dan Johar
Permana (2011: 90) dicarilah alternatif yang dapat mendorong dan menciptakan keseimbangan kekatifan antara pihak guru maupun peserta
didik.
Socrates
dalam bentuk dialog telah berhasil melibatkan peserta didiknya secara aktif
baik dalam segi kemampuan mental maupun intelektual dan emosionalnya. Bahkan
pada tahun 1935, belajar aktif ini telah digalakkan oleh Jean Piaget. Melihat
proses pendidikan di masa silam itu, upaya melibatkan anak secara aktif dalam
proses pendidikan bukanlah merupakan hal yang baru. Proses pendidikan semacam
ini sekarang lebih dikenal sebagai active learning. Adapun berbagai
konsep pembelajaran active learning, diantaranya PAKEM,
PAIKEM dan i2m3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi).
PAKEM adalah
singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. PAIKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru
harus menciptakan suasana yang memotivasi siswa agar aktif bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Pembelajaran
inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan.
Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran
inovatif. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar
yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan
adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time
on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah
perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan
tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak
menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang
harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak
efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Pada
dasarnya PAKEM dan PAIKEM merupakan satu konsep yang sama. Tetapi pada konsep
PAIKEM ditambahkan istilah inovatif.
CBSA merupakan konsep dalam mengembangkan keaktifan proses belajar mengajar,
yang menekankan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran, keaktifan itu terwujud
melalui partisipasi siswa dalam mendengar, menulis, bertanya, mengukur, membandingkan,
dan sebagainya. CBSA diarahkan untuk membentuk manusia yang mampu
berpartisipasi bagi penyempurnaan pembangunan bangsa, selanjutnya CBSA
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan murid agar mampu belajar mandiri dan
memiliki harapan agar siswa menguasai materi seoptimal mungkin (Y. Padmono, 2012:
19).
Pembelajaran dalam CBSA adalah mengembangkan keaktifan semua personil yang
terlibat dalam KBM, keaktifan yang diharapkan adalah keaktifan mental dan
keaktifan sosial, berbagai model pembelajaran dapat dikembangkan baik diskusi
atau kerja kelompok, dapat juga dikembangkan dengan problem-problem sehingga
merangsang anak untuk senang, cinta, merasa butuh, berpikir, memecahkan
masalah, berkreasi, sehingga dengan kondisi tersebut anak akan dapat belajar
dengan sepenuh hati. Pengajaran juga dapat diorganisasikan dengan individual
maupun kelompok, dalam pengelompokan perlu diperhatikan besar kelompok,
organisasi kelompok, sifat kelompok, dan tujuan kelompok, dalam membuat
kelompok juga harus memperhatikan kemauan, minat, bakat, dan prestasi belajar
anak. Pengelompokan berdasar prestasi harus dipertimbangkan, bahwa anak pintar
akan mudah bekerja dengan anak pintar, karena anak pintar bersifat aktif
sedangkan anak bodoh bersifat pasif, pengelompokkan tanpa memperhatikan tingkat
prestasi akan merusak mental anak.
B.
Konsep
Keaktifan Siswa
Dalam
proses belajar mengajar terjadi aktivitas guru dan siswa. Keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan
siswa maupun dengan siswa itu sendiri. Keaktifan
yaitu segala kegiatan perubahan tingkah laku individu dengan melakukan
interaksi dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan. Keaktifan siswa dalam
belajar tidak akan muncul begitu saja. Akan tetapi tergantung dengan lingkungan
dan kondisi dalam kegiatan belajar. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
didalamnya siswa dapat berperan aktif, maka dapat diperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa, yaitu:
a) Memberikan dorongan atau menarik perhatian
siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran,
b)
Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa),
c) Mengingatkan kompetensi belajar kepada
siswa,
d) Memberikan stimulus
(masalah,topik dan konsep yang akan dipelajari),
e) Memberi petunjuk kepada siswa cara
mempelajarinya,
f) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa
dalam kegiatan pembelajaran,
g) Memberi umpan balik (feed back),
h) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa
berupa tes, sehingga kemampua siswa selalu terpantau dan terukur,
i) Menyimpulkan setiap
materiyang disampaikan di akhir pelajaran.
Keaktifan siswa dalam proses belajar dapat megembankan
pola berfikir dan dapat membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Direktorat Pembinaan SMA (2010 :23) keaktifan siswa dalam
belajar secara sederhana dapat dilihat dari usaha-usaha siswa yaitu:
1. Antusias
siswa dalam mengikuti pelajaran
a. Siswa memperhatikan penjelasan
guru
b. Siswa tidak mengerjakan
pekerjaan lain
c. Siswa spontan apabila diberi
tugas
d. Siswa tidak terpengaruh situasi di luar kelas
2. Interaksi siswa dengan guru
a. Siswa bertanya kepada guru
b. Siswa menjawab pertanyaan guru
c. Siswa memanfaatkan guru sebagai
narasumber
d. Siswa memanfaatkan guru sebagai
fasilitator
3. Interaksi anatar siswa
a. Siswa bertanya kepada teman
satu kelompok
b. Siswa menjawab pertanyaan teman
satu kelompok
c. Siswa bertanya kepada teman
dalam kelompok lain
d. Siswa menjawab pertanyaan teman
dalam kelompok lain
4. Kerjasama kelompok
a. Siswa membantu teman dalam
kelompok yang menemui masalah
b. Siswa meminta bantuan teman,
jika mengalami masalah
c. Siswa mencocokan
jawaban/konsepsinya dalam satu kelompok
d. Adanya pembagian tugas dalam
kelompok
5. Aktifitas siswa dalam kelompok
a. Siswa mengemukakan pendapatnya
b. Siswa menanggapi
pertanyaan/pendapat teman
c. Siswa mengerjakan tugas
kelompok
d. Siswa menjelaskan
pendapat/pekerjaannya
6. Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil pembahasan
a. Siswa mengacungkan tangan untuk
ikut menyimpulkan
b. Siswa merespon
pertanyaan/simpulan temannya
c. Siswa menyempurnakan simpulan
yang dikemukakan oleh temannya
d. Siswa menghargai pendapat
temannya.
Dengan melibatkan siswa berperan
dalam kegiatan pembelajaran, berarti kita mengembangkan kapasitas belajar dan
potensi yang dimiliki siswa secara penuh. Dalam konsep kompetensi, kita harus
mampu mendeteksi kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar) kemudian mendeteksi
tercapainya suatu indikator–indikator yang dilahirkan oleh kompetensi dasar
tadi. Sehingga guru akan lebih mudah dalam membuat soal evaluasi bagi siswa.
Hasil dari evaluasi tersebut akan mempengaruhi beberapa aspek sebelumnya
seperti Kompetensi Dasar (tujuan) dan proses penyampaian materi pembelajaran.
Karena hasil evaluasi tersebut juga merupakan suatu indikator bagi
seorang guru.
C.
Arah,
Tujan dan Prinsip Keaktifan Siswa
Pembelajaran pada
dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar
sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak
dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak
didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada
umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan
pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak
yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar,
sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya
kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Secara umum tujuan pendidikan
membentuk manusia yang mampu berpartisipasi bagi penyempurnaan pembangunan
bangsa. Dengan demikian aktif learning diarahkan tujuan tersebut. Sedangkan
aktif learning bertujuan untuk mengembangkan kemampuan murid agar mampu belajar
mandiri, sehingga ia memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap yang menunjang
pembentukkan kepribadian yang mandiri.
Aktif learning atau
yang biasa dikenal CBSA mengembangkan pola berpikir antisipatif. Hal ini
didasarkan kenyataan tidak semua hasil pendidikan nantinya dapat diterapkan,
yang diseabkan perubahan yang sangat cepat di masyarakat. Sehingga belajar
diharapkan dapat memperoleh pengetahuan, kemampuan berpikir kritis, logis, dan
sistematis, terampil dalam menerapkan iptek. Serta memiliki kemampuan dan
kebiasaan untuk terus belajar.
Dari arah dan tujuan
CBSA, maka pelaksanaan CBSA harus berpedoman pada prinsip yang ditinjau dari
siswa dan prinsip yang ditinjau dari peran guru. Prinsip CBSA ditinjau dari
siswa, pada prinsipnya adalah mengurangi dominasi guru dan mengarahkan
kebiasaan siswa belajar sendiri, sehingga murid terbiasa belajar teratur, murid
mampu memanfaatkan sumber informasi, murid mandiri dalam belajar, murid berani
mewujudkan minat, keinginan dan gagasan, murid berani berperan dalam persiapan
PBM, timbul rasa ingin tahu, dll.
Prinsip CBSA ditinjau
dari peran guru, yaitu guru harus dapat membuat perencanaan belajar sehingga
murid aktif secara mental, fisik dan sosial secara penuh dengan cara memberi
kesempatan anak dapat melakukan kegiatan belajar, menciptakan aneka situasi
belajar, mendorong keterlibatan siswa dalam belajar, mendorong interaksi siswa,
mendorong anak bergaul, melayani perbedaan individu.
D.
Kemampuan
Anak yang Diharapkan
Keaktifan siswa dalam peristiwa
pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan dari kegiatan fisik yang mudah
diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat
diamati diantaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis,
meragakan dan mengukur. Sedangkan contoh-contoh kegiatan psikis seperti
mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah
pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan
hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain dan
kegiatan psikis lainnya.
Sesuai dengan prinsip CBSA kemampuan yang
diharapkan siswa dalam pembelajaran berbasis siswa dapat berupa keberanin
peserta didik untuk menunjukkan minat, keinginan, dan dorongan yang ada pada
dirinya. Keinginan dan keberanian untuk ikut serta dalam kegiatan belajar.
Usaha dan kreativitas peserta didik, keingintahuan yang kuat, dan rasa lapang
dada, mampu berpikir kritis dan kreatif.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diharapkan akan mampu mengenal dan mangembangkan kapasitas belajar dan potensi
yang mereka miliki. Lewat desain pembelajaran yang variatif dan kreatif,
anak-anak perlahan-lahan akan menyadari betapa beragam dan kompleksnya hidup
ini. Sebuah kekuatan refleksi akan masuk dalam spirit pembelajaran itu sehingga
secara bertahap akan mempertajam hati nurani mereka. Bahkan, pembelajaran
variatif dan kreatif pun akan mengasah hati nurani guru itu sendiri untuk
selalu mengedepankan kebutuhan belajar anak demi masa depan mereka.
Pada akhirnya, sebuah harapan besar lahirnya
kepedulian anak-anak pada dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, dan Sang
Pencipta akan terwujud tatkala pembelajaran itu mampu memberi ruang dan peluang
bagi mereka untuk berekspresi dalam aksi nyata. Kaki menjadi sebuah simbol yang
kuat bagi anak-anak untuk peduli melakukan hal baik. Peduli dengan kemampuan
dirinya untuk membantu teman yang sedang dalam kesusahan belajar, bahkan
kesusahan materi. Peduli pada masyarakat miskin lewat usaha bakti sosial. Peduli
akan mentalitas yang baik untuk membuang sampah pada tempatnya, jujur dalam
ulangan, sopan pada siapapun, dan sembahyang sesuai agama dan kepercayaannya.
E.
Cara
Pengembangan
Ada kecenderungan seseorang mengajarkan sesuatu, sebagaimana sesuatu itu diajarkan
kepadanya. Sampai saat ini, model mengajar ceramah merupakan model yang
mendominasi dan menjadi umum dalam pendidikan formal di berbagai belahan dunia.
Tak pernah ada hasil yang berbeda bila kita selalu menggunakan cara yang
sama. Metode pengajaran satu arah jelas merupakan metode yang tidak optimal
dalam mengembangkan kemampuan, baik bagi guru maupun siswa.
Active
learning merupakan jawaban alternatif untuk mendapatkan hasil
yang berbeda. Kenapa? Karena pendekatan active learning merupakan
pendekatan yang sesuai dengan cara kerja otak. Kata active learning atau
belajar aktif sudah tidak asing di telinga kita. Banyak institusi pendidikan
menyatakan bahwa mereka menyelenggarakan belajar aktif. Pemerintah pun
menggalakkan program belajar aktif diterapkan di sekolah-sekolah.
Dalam cara belajar Duduk, Dengar, Cacat dan Hafal sudah dianggap biasa apabila guru dalam
mengelola kelas sekolah dasar tanpa menggunakan alat atau sumber yang lain
selain buku seperti peralatan elektronik, globe, dan peralatan laboraturium
karena mereka menganggap alat – alat bantu tersebut mahal. Beberapa cara
pengembangan kegiatan belajar yaitu lingkungan sebagai sumber belajar, lembar
kerja dan fungsinya, alat peraga buatan, pengelolaan perbedaan individu,
pengajaran klasikal, pengajaran dengan menggunakan kelompok siswa.
Penggunaan lingkungan sebagai sarana
dan bahan belajar mengingatkan kita akan pentingnya interaksi siswa dengan
lingkungan dengan segala persoalannya. Pembelajaran berbasis siswa menuntut
guru untuk lebih menaruh perhatian terhadap keberadaan dan kebutuhan siswanya
sehingga siswa merasa dihargai sebagai individu. Guru harus mampu menumbuhkan
rasa percaya diri siswa agar kelak mampu menghadapi segala tantangan yang
menghadangnya. Selain itu peran guru dalam pembelajaran yang berpedoman kepada
pembelajaran berbasis siswa adalah menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang kondusif. Suasana belajar yang kondusif dapat tercapai apabila guru mampu
mengelola siswa dan sarana pembelajaran dengan
baik, serta mampu mengendalikannya agar selalu tercipta suasana belajar yang
menyenangkan.
Seorang guru pun harus mampu
berinovasi dalam menciptakan dan mengoperasionalkan media pengajaran. Guru
memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada siswa untuk berkembang
melalui caranya sendiri melalui metode pembelajaran tertentu. Selain sebagai
motivator, dalam pembelajaran berbasis siswa guru juga berperan sebagai
pengamat dan fasilitator yang mampu membimbing dan memberi arah untuk mencapai
tujuan. Kemampuan berkomunikasi dengan siswa dan menyampaikan informasi
pelajaran dengan baik dapat menanamkan sikap positif pada diri siswa, seperti
membantu siswa dalam memahami kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya,
menumbuhkan kepercayaan diri, serta membantu mengungkapkan pemikiran dan
perasaan siswa.
Guru harus dapat menghargai siswa
sebagai pribadi yang unik yang memiliki sifat-sifat yang khas. Keterampilan
interpersonal guru diperlukan untuk membantu siswa dalam mempelajari berbagai
hal yamg diperlukan dalam mencapai tingkat kedewasaan. Untuk dapat mengukur
kemampuan yang telah dicapai oleh siswa, guru juga harus mampu sebagai
evaluator, baik terhadap kegiatan pembelajaran maupunm terhadap kemampuan
siswa.
F.
Organisasi
Pembelajaran
Organisasi
belajar atau organisasi pembelajaran adalah suatu konsep dimana organisasi
dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self
learning) sehingga organisasi tersebut memilki kecepatan berpikir dan bertindak
dalalm merespon beragam perubahan yang muncul . Pedler, Boydell, dan Burgoyne
mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran
adalah sebuah organisasi yang memfasilitasi pmbelajaran dari seluruh
anggotanya dan secara terus menerus metransformasikan diri.
Kerka
menyatakan , lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci
untuk mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga menekankan pentingnya
dialog dalam organisasi , khususnya dengan memperhatikan pada disiplin belajar
tim (team learning) . Maka dialog merupakan salah satu ciri dari suatu
pembicaraan sesungguhnya dimana setiap orang membuka dirinya terhadap yang
lain, benar-benar menerima sudut pandangnya sebagai pertimbangan berharga dan
memasuki yang lain dalam batasan bahwa dia mengerti tidak sebagai individu
secara khusus, namun isi pembicaraannya. Tujuannya bukan memenangkan argumen
melainkan untuk pengertian lebih lanjut .Belajar tim (team learning )
memerlukan kapasitas anggota kelompok untuk mencabut asumsi dan masuk ke dalam
pola berpikir bersama yang sesungguhnya
. [Senge.1990]
Organisasi pembelajaran memiliki
dimensi untuk menjadikan organisasi dapat terus bertahan. Organisasi seperti
ini dinamakan organisasi pembelajar, karena dimensi-dimensi ini akan
memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi.
Dimensi-dimensi itu yaitu :
1. Mental Model
Respon
manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh
asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam organisasi, berlaku pula
kesimpulan yang diambil mengenai ’how things work’ di dalam organisasi. Hal ini
disebut dengan mental model, yang dapat terjadi tidak hanya pada level
individual tetapi juga kelompok dan organisasi.
Mental model
memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang
terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan
menghambat adaptasi yang dibutuhkan.
2.
Pemikiran System Thinking
Seringkali
dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak memahami
dampak dari pekerjaan dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul
fanatisme seakan-akan hanya unit dia sendiri yang penting perannya dalam
organisasi dan unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena ini disebut
dengan ego-sektoral. Kerugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan
untuk bersinergi satu dengan lainnya. Pemborosan biaya, tenaga dan waktu.
Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri sendiri adalah unit yang paling
penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota
perusahaan tidak memahami konteks keseluruhan dari organisai.
Kini semakin
banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas (borderless
organization), atau kalaupun masih menggunakan struktur organisasi berbasis
fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling
melintas batas fungsi. Organisasi yang demikian disebut organisasi lintas
fungsi atau cross-functional organization. Organisasi yang demikian ini akan
membuat proses pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi
yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalaman.
3.
Shared Vision
Oleh karena
organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan,
kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organsasi
untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain
perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang
pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan
organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian
tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua
unit yang ada dalam organisasi.
4.
Personal Mastery
Organisasi
pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi agar bisa
beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik (tenaga
otot ) ke paradigma yang berbasis pengetahuan (tenaga otak). Selain itu
kecepatan perubahan tipe pekerjaan, telah menyebabkan banyak pekerjaan
yang tidak diperlukan lagi oleh organisasi karena digantikan oleh tipe
pekerjaan baru, atau digantikan oleh pekerjaan yang menuntut penggunaan
teknologi. Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua pekerja
di sebuah organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan
kompetensi dirinya dengan terus belajar.
5.
Team Learning
Kini makin
banyak organisasi berbasis team, karena rancangan organisasi dibuat dalam
lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk
mensinergikan kegiatan team ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan
kemampuan berfikir sistemik seperi yang telah dibicarakan di atas. Namun
demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi
dalam suatu team, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan
berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau
berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar
dalam team, cerita sukses atau gagal suatu team harus disampaikan pada team
yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting
untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keaktifan siswa (aktif learning) atau lebih sering
disebut CBSA merupakan konsep dalam mengembangkan keaktifan proses belajar mengajar baik
keaktifan mengenai kegiatan guru maupun siswa.
CBSA bertujuan untuk mengembangkan kemampuan murid
agar mampu belajar mandiri, sehingga ia memperoleh pengetahuan, ketrampilan,
sikap yang menunjang pembentukkan kepribadian yang mandiri.
Cara pengembangan CBSA adalah dengan penggunaan
lingkungan sebagai sarana dan bahan belajar, guru pun harus mampu berinovasi
dalam menciptakan dan mengoperasionalkan media pengajaran, guru harus dapat
menghargai siswa sebagai pribadi yang unik yang memiliki sifat-sifat yang khas,
guru sebagai pendorong dan partisipatif serta
bukan pemberi informasi.Pengajaran dapat diorganisasikan secara individual,
kelompok, berpasangan. Pengelompokkan perlu diperhatikan besar kelompok,
organisasi kelompok, sifat kelompok, tujuan kelompok.
B.
SARAN
Sebagai calon guru kita
wajib memahami dan mengerti pengembangan pembelajaran berbasis siswa. Supaya
disaat mengajar nanti dapat menerapkan konsep keaktifan siswa dan menjadikan
siswa mampu belajar mandiri, sehingga siswa tersebut mendapat pengetahuan,
keterampilan, sikap yang menunjang pembentukkan kepribadian yang mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Elni. 2012 . Keaktifan Siswa . Diakses pada tanggal 2
April 2014 di http://elnicovengeance.wordpress.com/2012/10/14/keaktifan-siswa/
Haidir Alam Qodir. 2013. Organisasi Pembelajaran . Diakses pada tanggal 2 April 2014 di
Hakim Zainal . Keaktifan
siswa dalam Proses Pembelajaran . Diakses pada tanggal 2 April 2014 di http://www.zainalhakim.web.id/keaktifan-siswa-dalam-proses-pembelajaran.html
Ilham. 2009. Pentingnya Upaya Guru dalam Mengembangkan
Keaktifan Belajar Siswa. Diakses
pada tanggal 2 April 2014 di http://abangilham.wordpress.com/2009/03/31/pentingnya-upaya-guru-dalam-mengembangkan-keaktifan-belajar-siswa/
Mulyani Sumantri, Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung :
Maulana
Padmono. 2010. Pengembangan
Inovasi Kurikulum. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Rahmanto Dwi dkk. 2010. Pengembangan Inovasi Kurikulum Pembelajaran Berbasis Keaktifan Siswa.
Diakses pada tanggal
2 April 2014 di http://pgsdkebumen09.wordpress.com/2010/04/07/makalah-pengembangan-inovasi-kurikulum-pembelajaran-berbasis-keaktifan-siswa
Langganan:
Postingan (Atom)